Siti Mugi Rahayu

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Penghapusan UN: Menguji Keteguhan Nadiem

Penghapusan UN: Menguji Keteguhan Nadiem

Wacana penghapusan Ujian Nasional (UN) sebenarnya sudah berlangsung lama. Kita sudah tahu bagaimana ujian ini menimbulkan banyak perilaku yang 'menyimpang' dari tujuan pendidikan itu sendiri. Ujian nasional menjadi lahan basah setiap tahunnya. Bimbingan belajar meraup rupiah yang tak sedikit dari ujian yang dinilai menakutkan ini. Banyak pula guru pengampu mapel UN yang berkantong tebal di akhir tahun. Ujian nasional jadi sedikit berbau bisnis.

Bicara tentang rasanya yang menakutkan, kecurangan-kecurangan dalam mengikuti UN pun terjadi. Disinyalir semua terjadi akibat rasa takut yang menghantui siswa, orang tua, dan sekolah tersebut. Kalau nilai UN rendah, maka "titik titik". Akhirnya kemudian kita menjadi saksi bagaimana UN bereformasi, dari ujian tulis yang satu tipe soal hingga 20 tipe soal sampai ujian berbasis komputer yang penyajian soal dan jawabannya diacak. Ujian nasioanal menjadi sangat hitz. Semua aspek di sekolah diupayakan mengarah pada usaha melancarkan program ini. Kalau perlu, sekolah tidak perlu membuka mapel lain dulu selain mapel UN. Pokokmya, UN segala-galanya.

Banyak pihak menentang UN ini setidaknya dengan alasan-alasan terkait dua paragraf di atas, tetapi UN tetap berjalan. Menteri Pendidikan pada periode sebelumnya juga sebenarnya sudah mengubah format UN ini. UN tidak lagi menjadi syarat kelulusan peserta didik, bahkan sampai perubahan UN menjadi UNBK. Biaya penyelenggaraannya pun tidak berlaku surut. Namun, UN tetap saja ada. Belum ada keberanian benar-benar menghapuskan UN.

Wacana penghapusan UN ini memang berpotensi menimbulkan pro dan kontra. UN sendiri dibuat untuk mengukur standar mutu pendidikan di Indonesia, dari Sabang sampai Merauke. Menurut salah satu artikel Kompas (08/05/2013), UN yang dimulai tahun 2002 telah mengalami peningkatan mutu. Ini terlihat dari naiknya batas kelulusan tiap tahunnya. Pertanyaannya, apakah kita percaya angka-angka ini menunjukkan mutu pendidikan Indonesia juga naik? Jadi ingat kasus kepala sekolah yang mencuri soal UN (2007) atau kasus kepala sekolah yang menyamar jadi peserta UN (2018).

Lalu, akankah Mas Menteri tetap berpendirian UN tahun ini adalah UN terakhir?

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Semoga kebijakan ini adalah benar yang terbaik untuk anak bangsa Indonesia

12 Dec
Balas

Semoga kementerian dan pihak terkait mengkaji lebih dalam

12 Dec

Mantap dan nonjok. Sukses selalu dan barakallahu fiik

12 Dec
Balas

Terima kasih, Bu Hajah

12 Dec

Kita tunggu saja..nanti akan terjawab

12 Dec
Balas

Siap, Bunda

12 Dec

Tulisan yang bagus bun... Terkait dengan UN semua perlu proses dan kajian yang jelas dari beberapa unsur terkait. Tahun 2019 ini semua sekolah dianjurkan untuk melaksanakan UNBK yang nota bene menyedot dana yang luar biasa besarnya. Pusing tujuh keliling para kepala sekolah memikirkannnya. Bodrek satu papan saja belum bisa menghilangkan pusingnya kepala sekolah...selamat berjuang mas menteri..

12 Dec
Balas

Berat konsekuensinya. Kasihan siswa dan sekolah, tentu saja. Sebagai pemegang amanah, bebannya pasti berat

12 Dec

Semoga

12 Dec
Balas

Aamiin

12 Dec

Aamiinn... Semoga niat baik pak menteri dsambut baik oleh semua pihak, saling bahu membahu mwujudkannya, insyaallah bisa!

12 Dec
Balas

Bismillah

12 Dec



search

New Post